MITOS | Makassar — Gelapnya malam menyelimuti Parang Tambung, Makassar. Bulan purnama, saksi bisu atas kehidupan sederhana yang penuh perjuangan, memancarkan cahaya keperakan di atas jalanan berdebu. Namun, di balik kesunyian itu, sesuatu yang luar biasa sedang terjadi. Bukan mentari pagi, melainkan cahaya lampu kendaraan Tim Rumah Zakat yang menerangi wajah-wajah penuh harap.
Kamis, 17 Juli 2025. Bukan di siang hari yang ramai, tetapi di bawah langit malam yang tenang, tim relawan Rumah Zakat tiba di Parang Tambung. Mereka memilih malam untuk menebar kebaikan, untuk menghindari hiruk pikuk siang dan memberikan privasi kepada penerima bantuan. Ini adalah misi khusus, menyulam mimpi-mimpi anak-anak di tengah kegelapan.
Rumah-rumah sederhana berjejer rapi, terlihat lebih tenang dalam kegelapan. Di antara celah-celah bangunan, anak-anak berkumpul, mata mereka berbinar-binar, menantikan kedatangan para relawan. Mereka adalah generasi penerus, cita-cita mereka mungkin terhalang oleh keterbatasan, namun semangat belajar mereka tetap menyala, seperti bintang-bintang di langit malam.
Dengan langkah pasti dan hati yang penuh kasih, tim relawan membagikan buku tulis baru. Aroma kertas yang masih segar, membawa aroma harapan baru di tengah kegelapan. Satu per satu buku dibagikan, disambut dengan tangan-tangan kecil yang gemetar karena haru. Ini bukan sekadar buku tulis; ini adalah jembatan menuju masa depan.
Salmiah Made, Penanggung Jawab Program Rumah Zakat, mengamati dengan air mata yang berkaca-kaca. Wajah-wajah sumringah anak-anak yang diterangi cahaya lampu kendaraan, adalah penghargaan terbaik atas kerja keras timnya. “Ini lebih dari sekadar buku tulis,” bisiknya lirih, suaranya bergetar. “Ini adalah investasi masa depan, investasi untuk Indonesia yang lebih baik.” Di tengah kegelapan malam, buku tulis ini menjadi cahaya penerang, membuka jendela menuju dunia pengetahuan, pintu gerbang menuju masa depan yang lebih cerah.
Khairul Setiawan, seorang bocah kecil dengan mata yang besar dan jernih, menggenggam buku tulis barunya erat-erat. “Terima kasih, Rumah Zakat,” ucapnya dengan suara gemetar, hampir tak terdengar di tengah kesunyian malam. “Saya akan rajin belajar, agar kelak bisa membalas kebaikan ini.” Senyumnya merekah, seindah cahaya bulan purnama yang menerangi wajahnya. Mimpi-mimpinya, yang dulunya tampak samar, kini mulai terlihat lebih jelas.
Penyaluran bantuan di malam hari, hanyalah sebagian kecil dari jejak langkah Rumah Zakat. Di berbagai pelosok negeri, mereka terus menebar kebaikan, menyinari kehidupan anak-anak Indonesia, bahkan di tengah kegelapan malam. Mereka percaya, pendidikan adalah kunci untuk mengubah nasib, untuk membangun bangsa. Setiap buku tulis yang disalurkan adalah benih harapan, yang akan tumbuh menjadi pohon-pohon rindang, menaungi generasi penerus bangsa.
Semoga kebaikan ini terus berlanjut, menginspirasi lebih banyak orang untuk turut serta memajukan pendidikan Indonesia. Semoga semangat belajar anak-anak Parang Tambung tetap menyala, menerangi jalan menuju masa depan yang lebih cerah, bahkan di tengah kegelapan malam. Rumah Zakat telah menyulam mimpi-mimpi mereka, satu persatu, dengan benang-benang kebaikan.
Discussion about this post