MITOS | Gowa — Debu beterbangan menari-nari di antara buku-buku yang berjejer rapi. Sekretariat Komunitas Rumah Literasi, di jantung Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Gowa, sore itu tampak lebih hidup dari biasanya. Aroma kopi dan kue tradisional bercampur dengan antusiasme para pecinta sastra yang mulai berdatangan. Hari itu, 10 Agustus 2025, Yayasan Kebudayaan Aruna Ikatuo Indonesia merayakan enam tahun kiprahnya dengan cara yang istimewa: bedah novel “Manusia Belang” karya Alfian Dippahatang.
Di sudut ruangan, Dzul Rajali, Ketua Komunitas Rumah Literasi, menyambut para tamu dengan senyum hangat. Baginya, acara ini bukan sekadar perayaan, tetapi sebuah jembatan. Jembatan yang menghubungkan penulis dan pembaca, ide dan interpretasi, serta mimpi dan realitas.
“Semoga acara ini bisa menginspirasi lebih banyak anak muda untuk mencintai literasi,” gumamnya sambil menatap para relawan yang sibuk mempersiapkan segala sesuatunya.
Manusia Belang dan Cermin Kehidupan
Alfian Dippahatang, penulis “Manusia Belang,” tampak tenang namun bersemangat. Sebagai dosen di Fakultas Ilmu Budaya Unhas, ia selalu percaya bahwa sastra adalah cermin kehidupan. Novelnya, “Manusia Belang,” adalah potret kompleksitas manusia dengan segala dinamika sosial dan budayanya.
“Saya ingin mengajak pembaca untuk tidak hanya membaca, tetapi juga merenungkan makna yang tersembunyi di balik setiap kata,” ujarnya saat memberikan sambutan.
Di antara para peserta, tampak Dr. Filawati, dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Makassar. Sebagai pembedah, ia siap mengupas tuntas kedalaman tema yang diangkat dalam novel tersebut.
“Karya ini seperti kain kehidupan yang penuh warna. Mengajak kita untuk berempati dan melihat dunia dari berbagai perspektif,” tuturnya dengan penuh semangat.
Aruna dan Mimpi yang Terus Menyala
Di barisan depan, Dr. Sumarlin Rengko HR, Ketua Yayasan Kebudayaan Aruna Ikatuo Indonesia, duduk dengan tatapan penuh harap. Enam tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak tantangan dan rintangan yang telah dihadapi. Namun, semangat untuk melestarikan dan mengembangkan budaya Indonesia tidak pernah padam.
“Setiap buku adalah jendela menuju dunia baru. Setiap diskusi adalah jembatan untuk saling memahami. Mari kita terus membangun komunitas yang peduli pada seni dan budaya,” pesannya dengan suara lantang.
Inspirasi di Setiap Sudut
Di antara para peserta, Kartini, seorang mahasiswa Sastra Daerah Unhas, tampak terhanyut dalam alur cerita “Manusia Belang.” Baginya, novel ini adalah perjalanan ke dunia baru yang penuh inspirasi.
“Setiap karakter memiliki cerita yang unik dan menggugah,” ujarnya dengan mata berbinar.
Fahruddin, mahasiswa UIN Alauddin Makassar, menambahkan, “Acara ini mempererat tali silaturahmi antar komunitas dan menciptakan harmoni antara sastra dan kehidupan.”
Jejak yang Akan Terus Dikenang
Senja semakin larut. Diskusi semakin hangat. Tawa dan canda menghiasi ruangan. Perayaan enam tahun Yayasan Kebudayaan Aruna Ikatuo Indonesia bukan hanya sekadar acara seremonial. Lebih dari itu, ini adalah momentum untuk meneguhkan komitmen dalam memajukan literasi dan budaya.
Di akhir acara, semua peserta berjanji untuk terus merawat mimpi dan menghidupkan inspirasi di setiap langkah. Jejak Aruna akan terus dikenang sebagai simbol semangat untuk membangun peradaban yang lebih baik.
Discussion about this post